Epistimologi Islam dan 3 Model Epistimologi Islam


      #MoslemSpace


    Epistemology yaitu teori ilmu pngetahuan yang mengkaji secara filosofis tentang asal, struktur, metode, validitas dan tujuan dari ilmu pengetahuan. Epistemology juga merupakan cara untuk menguji kebenaran suatu ilmu berdasarkan keriteria tertentu. Dalam islam, epistemology islam berarti cara mengkaji kebenaran ilmu pegetahuan berdasarkan al-quran, hadist dan wahyu yang diturunkan kepada para nabi Allah dan Rasulullah SAW.

    Ilmu pengetahuan yang didapatkan, dicocokan dengan sari Al-quran, hadist dan wahyu yang diturunkan Allah SWT. Sesungguhnya, ilmu pengetahuan ada dan sudah tercantum dalam Al-Quran sejak pertama kali diturunkan. Dengan begitu, ilmu pengetahuan tidak bisa berdiri sendiri.

      Epistemology islam hadir untuk menolak sekularisasi ilmu dimana ilmu yang ada disesuaikan dengan kenyataan saja namun digiring untuk menolak kebenaran wahyu. Bahkan Oliver Leaman dalam bukunya “Hstory of Islamic Philosophy menyebut filsafat islam itu sangat filosofis dalam artian logs-analitis, terus hidup dan penuh gejolak, tidak sekedar melanjutkan tradisi sebelumnya, tetapi juga memperliatkan terobosan-terobosan kreatif dalam menjawab persoalan persoalan klasik maupun modern. Bahkan filsafat islam mencapai tahapan tertinggi dalam sejarah dimana filsafat Yunani tidak mampu mencapainya.

Untuk menjawab kontroversi dan kritikan sinis dari para pemikir barat, tentunya harus dikedepankan dalil-dalil dan bukti shahih pemikir islam. Mulai dari mengkaji dalil dan Al-Quran. Bahkan di dalam Al-Quran, terdapat perintah bagi kaum muslimin untuk memuntut ilmu dalam surah al-Alaq (1-5) “bacalah, dengan nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (Al-'Alaq : 1-5). Selain itu, didlam Al-Qur’an, terdapat 823 kali penyebtan kata “al-ilm” yang berarti ilmu. 

Disaat bangsa eropa tengah berada dalam dark age, ilmuan islam justru degan gemilang gemilangnya berhasil menemukan banyak penemuan baru dalam sejarah. Nama nama ilmuan islam yang terkenalpun sangat banyak diantaranya, Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Farabi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Rusyd, Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Ghazali dan masih banyak lagi. Mereka semua tidak hanya bergelut pada bidang sains teknologi, namun juga bergelur pada bidang sains sosial. 

Epistemology islam menggiring manusia untuk terus mencari ilmu, belajar dan berinovasi namun tidak melupakan asal muasal ilmu pengetahuan tersbut, yaitu dari Allah SWT sang maha cipta.


#3 Model Epistimologi Islam

Dalam kajian epistemology barat, dikenal ada tiga aliran pemikiran yaitu empirisme, rasionalisme dan intuitisme. Sementara pemikiran filsafat hindu yaitu teks suci, akal dan pengelaman pribadi. Namun dalam epistemology islam, terdapat 3 aliran epistemology yaitu bayani, irfani dan burhani.

1.     Epistemologi Bayani

Meurpakan metode pemikiran khas arab yang berdasarkan atas otoritas teks (nash). Yakni memahami teks sebagai pengetahuan yang kemudain langsung diaplikasikan tanpa perlu pemikiran namun tetap menggunaakan tafsir dan penalaran. Sumber epistemology bayani adalam Al-Quran dan hadis. Keduanya penting bagi bayani karena sumber ilmu pengetahuan asalnya dari sana dan penentuan kebenaran sesuai ada tidanya transmisi teks dalama Al-Quran atau hadis. Keduanya juga dijadikan dasar hukum. Untuk mendapatkan pengetahuan dari teks, metode bayani menempuh 2 jalan yaitu;

a.    Pertama, Berpegang pada lafat teks dengan menggunakan kaidah Bahasa arab seperti nahw dan Sharaf. 

b.    Kedua, berpegang pada makna teks dengan menggunakan logika atau penalaran rasio Analisa. Penggunaan logika dilakukan dengan 4 cara. 

-      berpegang pad tuuan pokok yang mencangkup 5 hal vital(keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta). 

-      berpegang pada illah teks untuk menemukan dan mengetahui adanya illah suatu teks. Illah terdiri atas 3 hal yaitu 

Ø illah nash(kewajiban mengambil 20% harta rampasan untuk fakir miskin -QS. Al-Hasyr, 7-). 

Ø Illah yang disepakati mujtahid (menguasai harta anak kecil krn mereka masih kecil). 

Ø Al-sibr wa al-taqsin(merangkum sifat-sifat baik untuk dijadikan illah.

-      Berpegang pada tujuan sekunder teks yaitu mendukung terlaksananya tujuan pokok. Misalnya, ingin mencerdaskan siswa, tujuan sekondernya adalah memberikan tugas

-      Berpegang pada diamnya syari. Yaitu ketika maslaah sama sekali tidak ada ketetapannya dalam teks dan tidak bisa dilakukan dengan cara qiyas. Misalnya hukum asal muamalah. Jual-beli internet boleh asalkan jujur dan barang tersebut halal.

2.     Epistemologi Irfani

Didasarkan pada kasyf. Yaitu diperoleh dengan olah ruhani dimana kesucian hati, diharapkan tuhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. Pengetahuan irfani diperoleh melalui 3 tahapan yaitu persiapan, penerimaan dan pengungkapan dengan lisan atau tulisan.

a.    Tahap persiapan. Seseorang harus menempuh jenjang kehidupan spiritual. Mulai dari taubat, wara’(menjauhkan diri dari sesuatu yang subhat), zuhud (tidak tamak dan tidak mengutamakan dunia), faqir (mengosongkan seluruh fikiran dan harapan masa depan dan tidak menghendaki apapun kecuali Allah SWT, sabar, dan ridla.

b.    Tahap penerimaan. Ketika seseorang mencapai tingkat sufisme, seseorang akan mendapatkan limpahan pengetahuan langsung dari tuhan secara iluminatif. Pada tahap ini seseorang akan mendapatkan kesadaran diri mutlak (kasyf).

c.    Tahap pengungkapan yaitu pengalaman mistik diinterpretasikan dan diungkapknan kepada orang lain lewat ucapan dan tulisan. Tapi terkait dengan kesatuan kehadiran tuhan dalam diri, maka tidak semua pengalaman ini bisa diungkapkan.

Dimensi bain yang diperoleh dari kasyf diungkapkan dengan cara I’tibar(makna qiyas), syathahat yaitu ungkapan lisankarena limpahan pengetahuan lansung dari sumbernya dibarengi pengakuan biasanya syathahat dilaur kesadaran. 

3.     Epistemologi Burhani

Masih berkaitan dengan teks suci tapi teks tidak serta merta menjadi dasar. Burhani menyandarkan diri pada kekuatan rasio, akal yang dlakukan lewat dalil-dalil logika. Bayani menghasilkan pengetahuan lewat analogi furu kepada asal, irfani melalui proses ruhani dan burhani melalui prinsip logi atas pengetahuan sebelumnya yang diyakini. Burhani menggunakan aturan silogisme. Silogisme diperoleh dari beberapa syarat yaitu mengtahui latar belakang penyusunan premis, konsistensi logis dan kesimpulan, kesimpulan yang diamil harus berkaitan dengan premis. Premis yang benar adalah premis yang memberi keyakinan dan meyakinkan. 


Jika ketiga epistemology tersebut dibandingkan, maka perbedaannya tampak terasa seperti tabel             dibawah ini:

 

Bayani

Irfani

Burhani

Sumber

Teks keagamaan/ nash

Ilham/ intuisi

Rasio

Metode

Istinbat dan Istidlal

Kasyf (pengalaman)

Tahlili (analitik) dan Diskursus

Pendekatan

Linguistik/ Dilalat al Lughawiyah

Psikho-Gnostik

Logika

Tema Sentral

Asl - Furu 

(Kata -Makna)

Zahir – Batin

(Wilayah – Nubuwah)

Essensi – Aksistensi

(Bahasa – Logika)

Validitas Kebenaran

Korespondensi

Intersubjektif

Koherensi

Konsistensi

Pendukung

Kaum teolog, ahli Fiqh dan ahli bahasa

Kaum sufi

Para filosof



Comments